Asifdrtesting, JAKARTA – Kelelahan akibat pekerjaan dianggap sebagai masalah kesehatan. Psikolog Samanta Elsener mengatakan, gangguan kesehatan tersebut bisa bersifat fisik atau psikologis, seperti gangguan nafsu makan, gangguan komunikasi, bahkan depresi berat bahkan penyakit kronis.
“Kalau dampak jangka panjangnya bisa penyakit jantung, kanker. Jadi kalau saya yakin apa yang dialami tubuh kita bisa jadi gangguan psikologis kita. Yang kita alami secara mental bisa jadi gangguan medis kita,” ujar Samanta dalam “Tips Mengatasi Burnout di Kerja” oleh Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin (4/3/2024).
Menurut Samanta, burnout merupakan suatu keadaan kelelahan yang ekstrim, baik mental maupun fisik. Kondisi itu, kata dia, disebabkan oleh budaya Husse, yakni budaya workaholic yang kerap dianut oleh generasi muda. Selain budaya tersebut, kata dia, hubungan yang tidak sehat dengan lingkungan kerja juga menjadi faktor risikonya.
“Jadi kalau kita bayangkan kurva loncengnya, misalnya ada peak experience seseorang. Jadi, ketika motivasinya tinggi, prestasi kerjanya tinggi, artinya dia berada di puncak, di puncak kinerjanya, ” dia berkata.
Dikatakannya, setelah kinerja tinggi tersebut harus berhati-hati, karena setelah itu masuk dalam kondisi kelelahan atau keletihan yang ekstrim, kemudian kurvanya turun, yang menandakan bahwa seseorang telah terjerumus ke dalam kondisi kelelahan atau bahkan depresi.
Gejala burn out sering kali berupa rasa lelah di siang hari, menurunnya motivasi bekerja, sering menunda pekerjaan, dan mengabaikan tanggung jawab. Mereka juga terkadang menarik diri dari situasi sosial dan mengalami gejala fisik seperti sakit kepala dan kram otot.
Menurut Samantha, burnout berbeda dengan stres. Psikolog mengatakan, saat stres seseorang masih bisa mempertahankan performa kerja dengan baik, namun emosinya sering berubah-ubah atau sering disebut mood swing. Mereka tahu apa yang ingin mereka lakukan, namun mereka menyadari bahwa mereka kehilangan energi.
Sementara itu, orang-orang yang kelelahan sudah kehilangan harapan. Ia menjelaskan, jika tidak ditangani, seseorang dapat mengalami tekanan mental atau kelelahan mental yang parah, seperti depresi.
Dalam kesempatan itu ia menjelaskan bahwa penyebabnya berbeda-beda pada setiap orang. Ada beberapa cara untuk mengatasi burnout, kata dia, seperti memaksimalkan waktu istirahat, seperti tidak bekerja pada hari Sabtu dan Minggu.
“Jangan cek email kantor, jangan cek WhatsApp kantor, itu saja. Tapi Sabtu dan Minggu kebanyakan didedikasikan untuk istirahat, berhubungan dengan diri sendiri, mengabdikan diri pada hobi, merasa nyaman, memanjakan diri, menjaga diri. .” diri kita sendiri,” katanya.
Ia mengatakan, menjaga diri bukan sekadar pergi ke kantor atau studio, tapi memberikan apa yang benar-benar dibutuhkan. Misalnya, jika seseorang merupakan tipe orang yang membutuhkan tidur, maka tidurnya perlu dioptimalkan pada hari-hari istirahat. Atau, jika orang tersebut adalah orang yang suka bergaul, bisa saja bertemu dengan orang lain yang bukan orang kantoran saat istirahat, misalnya teman atau keluarga. Dengan cara ini, kata dia, terjadi pertukaran energi yang positif.
Jika tingkat burnout Anda sudah sangat parah, Anda perlu memanfaatkan waktu berlibur dengan sebaik-baiknya. Ia mengatakan sebagian orang mungkin akan mempertimbangkan kantor jika penyebab burnout adalah lingkungan kerja yang membuat mereka tidak nyaman.